Jakarta -
Aksi tim gabungan Bareskrim Polri dan Bea-Cukai menggagalkan
penyelundupan 1,6 ton sabu (sebelumnya disebut 1,8 ton sabu dan diralat
Polri, red) mencuri perhatian karena banyaknya barang bukti yang disita.
Di balik kesuksesan operasi itu, terselip cerita soal 'penderitaan'
polisi selama perburuan.
Kepala Tim II Satgas Khusus AKBP Dodi Suryadin menceritakan kehidupan di atas kapal laut selama kegiatan perburuan kapal pembawa 1,6 ton sabu dari sindikat internasional itu. Doddy mengatakan dirinya dan tim bolak-balik darat dan laut selama sepekan lebih. Mereka berhari-hari menginap di atas kapal untuk memantau pergerakan kapal target.
"Nggak mandi saja kami karena kan harus irit air di kapal. Paling cuci muka, sikat gigi. Pernah kemarin empat hari nggak mandi. Aroma badan sudah bukan 'nano-nano' lagi, tapi 'nino-nino'," kata Doddy kepada detikcom, Rabu (21/2/2018).
Doddy lanjut bercerita, pada hari ketika kapal pembawa 1,6 ton sabu berhasil ditindak, dirinya bersama 5 anggota tim melaut selama 18 jam. Saat operasi digelar, lanjut Doddy, ketinggian ombak di tengah laut mencapai tiga meter. Hal itu membuat kapal terombang-ambing sehingga membuat satu anggota timnya muntah.
Kepala Tim II Satgas Khusus AKBP Dodi Suryadin menceritakan kehidupan di atas kapal laut selama kegiatan perburuan kapal pembawa 1,6 ton sabu dari sindikat internasional itu. Doddy mengatakan dirinya dan tim bolak-balik darat dan laut selama sepekan lebih. Mereka berhari-hari menginap di atas kapal untuk memantau pergerakan kapal target.
"Nggak mandi saja kami karena kan harus irit air di kapal. Paling cuci muka, sikat gigi. Pernah kemarin empat hari nggak mandi. Aroma badan sudah bukan 'nano-nano' lagi, tapi 'nino-nino'," kata Doddy kepada detikcom, Rabu (21/2/2018).
Baca juga:
|
1 Ton Sabu Disita dari Kapal Berbendera Singapura, Nilainya Capai Rp 1,5 T
Doddy lanjut bercerita, pada hari ketika kapal pembawa 1,6 ton sabu berhasil ditindak, dirinya bersama 5 anggota tim melaut selama 18 jam. Saat operasi digelar, lanjut Doddy, ketinggian ombak di tengah laut mencapai tiga meter. Hal itu membuat kapal terombang-ambing sehingga membuat satu anggota timnya muntah.
"Ombak itu bisa membuat kapal berhenti juga di tengah laut, karena goyangannya sampai bikin terombang-ambing. Untungnya kapal Bea-Cukai besar. Kalau kapal kecil, saya rasa nggak sanggup melewati perairan itu. Bisa tiga meter ombaknya, makanya kapal jalan pelan-pelan," jelas dia.
"Delapan belas jam itu satu perjalanan, bukan bolak-balik laut-pelabuhan. Kita hampir dua minggu patroli. Ada juga tim saya yang mabuk-mabuk (mabuk laut, red), muntah. Dia bengong, pucat, tiba-tiba muntah saja," imbuh sosok yang sehari-hati menjabat Kanit 4 Subdit 1 Dittipid Narkoba Bareskrim Polri ini.
Doddy mengatakan, untuk urusan perut selama perburuan, tim mengandalkan mi instan karena praktis untuk dimakan. Sedangkan menu 'mewah' yang disantap saat di kapal adalah ikan asin.
"Makannya ya apa saja dimasak, seadanya. Paling-paling mi rebus atau kalau kita berhenti di pulau kecil, kita belanja untuk suplai makanan. Makanan lainnya ikan asin. Kami kadang menginap di kapal atau singgah di pulau-pulau kecil. Menu paling mewah ikan asin, ikan-ikanan, nggak neko-nekolah," ucap Doddy.